Jumat, 09 Januari 2015

Ayo Santri !!! Isi Parlemen Atas Nama Allah

Warning !!!
Jika Parlemen Tidak Di isi Peran Para Ulama'/santri yang lurus maka perkembangan Islam di nusantra semakin porak poranda... Islam akan tinggal sebuah nama di bumi pertiwi kita NaudzuBillah...
Olehkarena itu masyarakat Islam nusantara khususnya harus bersatu padu menempati semua aspek/elemen kepemerintahan dari RT sampai presiden terutama di bagan legislatif untuk mencegah undang-undang yang akan merugikan Islam khususnya dan kesejahteraan umat manusia pada umumnya...
Ingatlah Konstitusi Al-Quran, Hadist dan para Ulama' adalah sebaik-baik peraturan untuk menata kehidupan dunia dan akhirat bahkan, menyelamatkan umat manusia baik islam itu sendiri atau bahkan orang non islam sekalipun (kristen, katholiq, hindu, budha) karena islam adalah agama yang rahmatan lil alamin... 

Baca dan resapi kekhawatiran yang akan terjadi !!!
Persekutuan Gereja Anggap UU Perkawinan Langgar Ham

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menilai pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan sudah waktunya direvisi. Salah satu alasan utama PGI ialah UU Perkawinan telah melanggar hak asasi manusia (HAM).

Hal pertama yang dikritisi oleh PGI dari Pasal 2 ayat (1) ini ialah pasal yang bersangkutan dinilai telah mengabaikan realitas warga negara Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika dan sangat menghargai multikulturalisme. Selain itu, pasal ini juga dianggap telah mengabaikan kenyataan bahwa manusia memiliki rasa cinta yang universal, tidak mengenal perbedaan warna kulit, keturunan, golongan, maupun agama.

Dalam perspektif HAM, Pasal 2 ayat (1) ini juga dinilai telah melanggar HAM warga negara Indonesia untuk menikah dengan warga negara Indonesia lainnya yang berbeda agama. Akibat pengabaian ini, banyak pasangan yang berbeda agama justru jadi terjebak pada pilihan yang tifak memiliki landasan moral dan spiritual. "Misalnya hidup bersama tanpa menikah," jelas Perwakilan Komisi Hukum PGI Nikson Gans Lalu, S.H., M.H., Rabu (5/11).

Hal lain yang dikritisi oleh PGI ialah lembaga Catatan Sipil yang telah bertindak melebihi fungsi dan perannya yang seharusnya hanya berperan secara administratif. Dalam banyak kasus, lembaga Catatan Sipil sering menolak menikahkan pasangan beda agama dengan alasan Pasal 2 ayat (1), yaitu bahwa suatu pernikahan harus disahkan secara hukum agama dan kepercayaan.

Terakhir, PGI juga menilai UU Nomor 1 Tahun 1974 sangat diskriminatif terhadap kaum perempuan. Karena itulah, PGI menilai UU Nomor 1 Tahun 1974 ini sudah saatnya direvisi atau diganti dengan undang-undang baru. "Yang sifatnya lebih demokratis," jelas Nikson.





Presiden Joko Widodo memilih I Dewa Gede Palguna, Dosen Tata Negara di Fak Hukum Universitas Udayana sekaligus mantan Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan menjadi hakim Mahkamah Konstitusi baru.
Saat mengikuti tahap seleksi wawancara di Gedung Sekretaris Negara 30 Desember 2014 lalu, Palguna berpendapat bahwa nikah beda agama dapat dilakukan di Indonesia, seperti halnya di Belanda.
“Pernikahan beda agama itu boleh, kalau menurut saya,” kata Palguna. Ia menjawab pertanyaan Franz Magnis Suseno, tamu penyeleksi calon Hakim MK.
Franz Magnis Suseno sendiri merupakan tokoh Katolik yang setuju nikah beda agama.
Franz saat itu meminta pendapat Palguna tentang kewajiban negara dalam menyelesaikan perdebatan pernikahan beda agama.
Dengan lantang, Palguna menjawab boleh nikah beda agama. Kontroversi pernikahan beda agama kata Palguna akibat tidak tegasnya UU perkawinan.
Menurutnya, UU tersebut tidak konsisten karena kewajiban pernikahan dicatat oleh negara, tapi di sisi lain tidak dapat tercatat secara resmi jika beda agama.
Hal itu dinilai oleh Palguna sebagai ketidakkonsistenan UU pernikahan di Indonesia. “Harusnya nikah itu dicatat saja, sekalipun beda agama.”
“Berkeyakinan adalah hak individu, itu mendasar, maka menurut saya, itu yang harus diatur negara,” ujar Palguna.
Bukan hanya setuju pernikahan beda agama, Palguna pun setuju bila Kolom Agama dihapus di KTP. Jadi, KTP gak usah ada kolom agama, katanya.
“Tidak ada kolom itu juga tidak ada masalah,” kata Palguna dengan enteng menjawabnya dalam fit and proper test.
Bahkan Palguna mempertanyakan fungsinya. Katanya, untuk apa juga agama dicantumkan dalam KTP, tidak ada manfaatnya. Menurutnya agama hal yang sangat pribadi dan sensitif. Jadi tidak masalah.
Parahnya, Palguna berpendapat, dokumen negara lain pun selain KTP, seperti Akta Kelahiran/Paspor disesuaikan, tak usah ada kolom agama.
Yang perlu ditekankan sekarang, kata Palguna adalah soal psikologis publik, ia khawatir mencantumkan agama diakui atau tidak, akan didiskriminasi.
Tentu penilaian Palguna sangat berlebihan. “Sekalian aja gak beragama diperbolehkan, Pak,” celetuk wartawan yang di lokasi.

Apa Tanggapan Anda Jika Hal semua ini terjadi ???

Semoga Allah Menjaga dan melindungi negri ini !!
Amien.....


0 komentar:

Posting Komentar