Warning !!!
Jika Parlemen Tidak Di isi Peran Para Ulama'/santri yang lurus maka perkembangan Islam di nusantra semakin porak poranda... Islam akan tinggal sebuah nama di bumi pertiwi kita NaudzuBillah...
Olehkarena itu masyarakat Islam nusantara khususnya harus bersatu padu menempati semua aspek/elemen kepemerintahan dari RT sampai presiden terutama di bagan legislatif untuk mencegah undang-undang yang akan merugikan Islam khususnya dan kesejahteraan umat manusia pada umumnya...
Ingatlah Konstitusi Al-Quran, Hadist dan para Ulama' adalah sebaik-baik peraturan untuk menata kehidupan dunia dan akhirat bahkan, menyelamatkan umat manusia baik islam itu sendiri atau bahkan orang non islam sekalipun (kristen, katholiq, hindu, budha) karena islam adalah agama yang rahmatan lil alamin...
Baca dan resapi kekhawatiran yang akan terjadi !!!
Persekutuan Gereja Anggap UU
Perkawinan Langgar Ham
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menilai pasal 2 Ayat (1) UU Nomor
1 Tahun 1974 tentang perkawinan sudah waktunya direvisi. Salah satu alasan
utama PGI ialah UU Perkawinan telah melanggar hak asasi manusia (HAM).
Hal pertama yang dikritisi oleh PGI dari Pasal 2 ayat (1) ini ialah pasal yang bersangkutan dinilai telah mengabaikan realitas warga negara Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika dan sangat menghargai multikulturalisme. Selain itu, pasal ini juga dianggap telah mengabaikan kenyataan bahwa manusia memiliki rasa cinta yang universal, tidak mengenal perbedaan warna kulit, keturunan, golongan, maupun agama.
Dalam perspektif HAM, Pasal 2 ayat (1) ini juga dinilai telah melanggar HAM warga negara Indonesia untuk menikah dengan warga negara Indonesia lainnya yang berbeda agama. Akibat pengabaian ini, banyak pasangan yang berbeda agama justru jadi terjebak pada pilihan yang tifak memiliki landasan moral dan spiritual. "Misalnya hidup bersama tanpa menikah," jelas Perwakilan Komisi Hukum PGI Nikson Gans Lalu, S.H., M.H., Rabu (5/11).
Hal lain yang dikritisi oleh PGI ialah lembaga Catatan Sipil yang telah bertindak melebihi fungsi dan perannya yang seharusnya hanya berperan secara administratif. Dalam banyak kasus, lembaga Catatan Sipil sering menolak menikahkan pasangan beda agama dengan alasan Pasal 2 ayat (1), yaitu bahwa suatu pernikahan harus disahkan secara hukum agama dan kepercayaan.
Terakhir, PGI juga menilai UU Nomor 1 Tahun 1974 sangat diskriminatif terhadap kaum perempuan. Karena itulah, PGI menilai UU Nomor 1 Tahun 1974 ini sudah saatnya direvisi atau diganti dengan undang-undang baru. "Yang sifatnya lebih demokratis," jelas Nikson.
Presiden Joko Widodo memilih I Dewa
Gede Palguna, Dosen Tata Negara di Fak Hukum Universitas Udayana sekaligus
mantan Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan menjadi hakim Mahkamah Konstitusi
baru.
Saat mengikuti tahap seleksi
wawancara di Gedung Sekretaris Negara 30 Desember 2014 lalu, Palguna
berpendapat bahwa nikah beda agama dapat dilakukan di Indonesia, seperti halnya
di Belanda.
“Pernikahan beda agama itu boleh,
kalau menurut saya,” kata Palguna. Ia menjawab pertanyaan Franz Magnis Suseno,
tamu penyeleksi calon Hakim MK.
Franz Magnis Suseno sendiri merupakan
tokoh Katolik yang setuju nikah beda agama.
Franz saat itu meminta pendapat
Palguna tentang kewajiban negara dalam menyelesaikan perdebatan pernikahan beda
agama.
Dengan lantang, Palguna menjawab
boleh nikah beda agama. Kontroversi pernikahan beda agama kata Palguna akibat
tidak tegasnya UU perkawinan.
Menurutnya, UU tersebut tidak
konsisten karena kewajiban pernikahan dicatat oleh negara, tapi di sisi lain
tidak dapat tercatat secara resmi jika beda agama.
Hal itu dinilai oleh Palguna sebagai
ketidakkonsistenan UU pernikahan di Indonesia. “Harusnya nikah itu dicatat
saja, sekalipun beda agama.”
“Berkeyakinan adalah hak individu,
itu mendasar, maka menurut saya, itu yang harus diatur negara,” ujar Palguna.
Bukan hanya setuju pernikahan beda
agama, Palguna pun setuju bila Kolom Agama dihapus di KTP. Jadi, KTP gak usah
ada kolom agama, katanya.
“Tidak ada kolom itu juga tidak ada
masalah,” kata Palguna dengan enteng menjawabnya dalam fit and proper test.
Bahkan Palguna mempertanyakan
fungsinya. Katanya, untuk apa juga agama dicantumkan dalam KTP, tidak ada
manfaatnya. Menurutnya agama hal yang sangat pribadi dan sensitif. Jadi tidak
masalah.
Parahnya, Palguna berpendapat,
dokumen negara lain pun selain KTP, seperti Akta Kelahiran/Paspor disesuaikan,
tak usah ada kolom agama.
Yang perlu ditekankan sekarang, kata
Palguna adalah soal psikologis publik, ia khawatir mencantumkan agama diakui
atau tidak, akan didiskriminasi.
Tentu penilaian Palguna sangat
berlebihan. “Sekalian aja gak beragama diperbolehkan, Pak,” celetuk wartawan
yang di lokasi.
Apa Tanggapan Anda Jika Hal semua ini terjadi ???
Semoga Allah Menjaga dan melindungi negri ini !!
Amien.....
Semoga Allah Menjaga dan melindungi negri ini !!
Amien.....
0 komentar:
Posting Komentar